Tadi pagi sebelum berangkat kerja, saya menyempatkan diri menonton kartun upin-ipin. Menarik sekali karya animasi negeri tetangga itu. Begitu banyak pelajaran penting, natural dan original melayu serta sangat layak untuk anak-anak, bahkan dewasa pun. Setidaknya masih jauh lebih baik daripada sinetron (yang mungkin ditujukan untuk anak) tetapi alur cerita sangat tidak jelas juntrungannya. Dan penggarapan efek yang sangat tidak halus, terkesan asal jadi. Walaupun tidak semuanya.
Ah sudahlah, saya tidak ingin membahas lebih jauh dan karena memang saya tidak begitu paham dunia perfilman atau persinetronan. Opini diatas murni suara awam yang sangat sedih melihat tontonan di televisi yang semakin mengkhawatirkan :( Apalagi menurut hasil gugling, hampir sebagian besar anak-anak menghabiskan waktu di depan televisi. Bagaimana lah karakter yang akan terbentuk bila acara tv yang dilihat sebagian besar mengajarkan contoh yang tidak baik yang baik, kisah percintaan yang harusnya tidak pantas dipertontonkan, berita korupsi yang hampir tiap hari muncul. Dan tidak ada orang tua yang menemani tatkala menonton, jadi saat anak kebingungan maka tidak ada yang bisa menjelaskan.
gambar dari sini |
Di awal tulisan sebenarnya saya ingin menceritakan kisah Upin-Ipin yang bermain buah (biji) karet, lalu membantu oppa mengumpulkan karet yang telah mengering hasil sadapan. Saya masih ingat waktu kecil saat berziarah ke makam nenek, sepupu saya mengambil buah karet yang ada di sekitar makam. Lalu dia berkata ini bisa dijadikan mainan La sambil memperagakan cara memainkannya. Persis seperti yang dilakukan upin-ipin. Walaupun sampai sebesar ini saya lupa kapan terakhir memainkannya. Yang akhirnya saya menyimpulkan bahwa itu salah satu permainan anak melayu. Dari hal ini saya sedikit bijak menilai kenapa Indonesia dan Malaysia seringkali saling klaim tentang beberapa budaya yang diyakini merupakan asli dari Indonesia atau Malaysia. Ya,mungkin karena sesama berasal rumpun melayu.
gambar diambil dari sini |
Ketika kecil, saya ingat ada acara di tvri yang sangat edukatif. Arena Kami kalau tidak salah. Saya tidak begitu ingat, padahal tiap minggu saya selalu duduk manis depan tv setelah mencuci pakaian dahulu pastinya. yang paling ditunggu segmen diakhir, dimana akan ada beberapa profil anak dari berbagai daerah lengkap dengan foto dan alamat. Yups, rublik sahabat pena. berpacu dengan waktu mencatat alamat yang akan dikirimi surat. Dan sangat bahagia sekali saat surat berbalas. Dan pak pos menjadi salah satu idola ketika itu, kalau sudah melihat motor orange melintas di depan sekolah atau tidak sengaja berpapasan di jalan raya, pasti sudah membayangkan ada beberapa surat dari sabat saya yang datang. Sayang sekali, saat ini sudah sangat jarang. Era komunikasi seluler melibasnya. Padahal, banyak manfaat dari kegiatan korespondensi. Belajar menulis, menambah teman, memperluas wawasan, dll. Berharap di sekolah selain belajar tentang bab surat, bisa mewajibkan (mungkin) biar anak-anak juga bisa berkirim surat melalui kantor pos.
*jadi pengen menulis pengalaman lebih panjang tentang sahabat pena.
No comments:
Post a Comment